Banjir Besar Hat Yai 2025: Tragedi Iklim, Gagalnya Antisipasi, dan Peringatan Keras bagi Asia Tenggara
Gambaran Umum Banjir Hat Yai 2025
Pada akhir November hingga awal Desember 2025, Kota Hat Yai di Provinsi Songkhla, Thailand selatan, mengalami salah satu banjir terburuk dalam 300 tahun terakhir. Curah hujan ekstrem yang turun berhari-hari mengubah kota perdagangan yang biasanya ramai menjadi lautan lumpur, dengan jalan-jalan utama, pasar, dan permukiman terendam hingga beberapa meter.
Banjir ini bukan hanya menenggelamkan bangunan dan infrastruktur, tetapi juga menghancurkan kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat setempat. Ribuan orang terpaksa mengungsi, ratusan ribu lainnya terdampak, dan pemerintah Thailand harus menaikkan status bencana di Songkhla karena skala kehancuran yang begitu luas.
Pemicu Utama: Curah Hujan 300 Tahun Sekali
Hujan lebat yang memicu banjir di Hat Yai dipicu oleh kombinasi monsun kuat dan sistem tekanan rendah yang memicu hujan ekstrem selama beberapa hari berturut-turut. Di Hat Yai, curah hujan tercatat mencapai sekitar 335 mm hanya dalam satu hari, menjadikannya hujan harian terparah dalam kurun 300 tahun. Dalam periode tiga hari, total curah hujan mencapai sekitar 630 mm, melampaui rekor banjir besar 2010.
Curah hujan sebesar ini menyebabkan sungai, kanal, dan saluran drainase di Hat Yai serta wilayah Songkhla lainnya tidak mampu menampung volume air. Air meluap ke jalan-jalan, kawasan bisnis, dan permukiman, sehingga dalam waktu singkat banjir naik hingga setinggi antara sekitar 0,5 hingga lebih dari 2 meter di berbagai titik kota.
Dampak Kemanusiaan dan Korban Jiwa
Banjir di Hat Yai dan wilayah sekitarnya memakan korban jiwa yang signifikan dan menjadi bagian dari rangkaian bencana banjir dan longsor Asia Tenggara yang menewaskan ratusan orang. Di Thailand, laporan resmi menyebut ratusan korban meninggal, dengan sebagian besar korban berasal dari Provinsi Songkhla yang menanggung dampak terparah.
Ribuan penduduk, termasuk anak-anak, lansia, dan pasien sakit, harus dievakuasi dengan perahu, truk militer, hingga alat transportasi darurat lain. Banyak keluarga terjebak di atap rumah selama berjam-jam hingga berhari-hari karena air datang tiba-tiba dan begitu tinggi, sementara akses ke makanan, air bersih, dan layanan kesehatan sangat terbatas.
Kerusakan Rumah, Fasilitas Publik, dan Infrastruktur
Kerusakan fisik akibat banjir Hat Yai sangat luas, mencakup permukiman, fasilitas publik, hingga jaringan transportasi. Puluhan ribu rumah warga rusak berat atau terendam lama, sehingga tidak layak huni dan memaksa penghuninya tinggal di pusat-pusat evakuasi. Sekolah, rumah sakit, pasar tradisional, dan tempat ibadah juga terdampak, membuat aktivitas pendidikan, ekonomi, dan pelayanan kesehatan lumpuh.
Infrastruktur transportasi tidak luput dari kerusakan. Ratusan kilometer jalan di selatan Thailand, termasuk penghubung utama di Songkhla dan kota-kota sekitarnya, terendam, tertutup lumpur, atau terputus oleh arus banjir yang kuat. Jembatan dan jalur logistik terganggu, membuat distribusi bantuan dan barang kebutuhan pokok menjadi jauh lebih sulit.
Kerugian Ekonomi dan Hantaman pada Pusat Perdagangan
Hat Yai selama ini dikenal sebagai kota perdagangan utama di perbatasan Thailand–Malaysia, dengan pusat perbelanjaan, pasar malam, dan sektor pariwisata yang hidup. Banjir besar ini memukul jantung ekonomi tersebut hingga berhenti total, dengan kerugian ekonomi nasional akibat banjir di Thailand diperkirakan mencapai puluhan hingga sekitar seratus miliar baht.
Pasar malam yang biasanya penuh wisatawan dan warga lokal berubah menjadi deretan kios kosong yang terendam air kotor dan lumpur. Banyak pelaku usaha kecil kehilangan stok barang, peralatan, dan tempat usaha dalam hitungan jam, membuat mereka terjebak dalam kemiskinan baru karena tidak memiliki cadangan modal untuk memulai lagi.
Kegagalan Perencanaan Kota dan Sistem Pengendalian Banjir
Banjir Hat Yai 2025 menyorot kelemahan tata kelola air dan perencanaan kota di Thailand selatan. Pertumbuhan kota dan ekspansi permukiman serta kawasan komersial telah menggerus dataran banjir alami dan ruang resapan air, sehingga ketika hujan ekstrem datang, air tidak lagi punya tempat mengalir selain ke pusat kota.
Selain itu, pengelolaan bendungan, kanal, dan sistem drainase dinilai tidak cukup adaptif terhadap pola hujan baru yang lebih ekstrem. Lembaga irigasi Thailand menjelaskan bahwa kombinasi monsun kuat dan sel tekanan rendah meningkatkan curah hujan hingga jauh di atas rata-rata, namun kapasitas kanal dan sungai tidak diperbarui mengikuti potensi kejadian ekstrem tersebut.
Respons Pemerintah dan Operasi Penyelamatan
Pemerintah Thailand mengerahkan berbagai sumber daya untuk menangani banjir, mulai dari aparat militer, badan tanggap bencana, hingga institusi lokal. Songkhla ditetapkan sebagai zona bencana, dan operasi penyelamatan dilakukan menggunakan perahu, truk militer, hingga helikopter untuk menjangkau lokasi-lokasi yang terisolasi.
Pusat-pusat evakuasi didirikan di sekolah, gedung pemerintah, dan fasilitas umum lainnya untuk menampung puluhan ribu pengungsi. Bantuan berupa makanan, air bersih, dan peralatan medis disalurkan, sementara rumah sakit lapangan didirikan untuk membantu fasilitas kesehatan utama yang kewalahan dan sebagian terendam.
Kritik terhadap Kesiapsiagaan dan Manajemen Krisis
Meski upaya penyelamatan dilakukan secara masif, respons pemerintah mendapat banyak kritik karena dinilai terlambat dan kurang terkoordinasi. Sejumlah pihak menilai sistem peringatan dini dan prosedur evakuasi tidak berjalan optimal, sehingga banyak warga baru bergerak saat air sudah mencapai ketinggian berbahaya.
Selain itu, ada tuduhan bahwa data korban jiwa dan kerusakan awal yang dirilis pemerintah cenderung meremehkan skala bencana. Perbedaan angka antara laporan resmi dan laporan dari relawan serta organisasi lokal menimbulkan diskusi publik tentang transparansi dan akurasi informasi dalam situasi darurat.
Peran Satelit dan Teknologi dalam Pemantauan Banjir
Teknologi penginderaan jauh dan citra satelit memainkan peran penting dalam memetakan wilayah terdampak banjir di Hat Yai dan Songkhla. Data satelit menunjukkan ribuan hektare lahan, termasuk area permukiman, pertanian, dan infrastruktur kritis, tergenang air dengan kedalaman hingga beberapa meter di sejumlah lokasi.
Informasi ini membantu pemerintah dan lembaga bantuan memprioritaskan wilayah yang paling parah terdampak serta merencanakan jalur distribusi logistik. Namun, banjir 2025 juga menunjukkan bahwa pemanfaatan teknologi belum sepenuhnya terintegrasi dengan sistem peringatan dini yang efektif di tingkat komunitas.
Jejak Perubahan Iklim dalam Bencana Ini
Para pakar menilai bahwa banjir ekstrem di Hat Yai tidak bisa dilepaskan dari pengaruh perubahan iklim global. Pemanasan lautan meningkatkan potensi terbentuknya sistem badai dan monsun yang lebih basah dan intens, yang pada akhirnya menghasilkan curah hujan lebih tinggi dalam waktu singkat.
Tren ini sejalan dengan pola bencana di Asia beberapa tahun terakhir, di mana berbagai negara di kawasan mengalami kombinasi banjir besar dan longsor dengan korban jiwa tinggi dan kerugian ekonomi besar. Thailand, bersama Indonesia, Malaysia, dan negara lain di Asia Tenggara, kini dihadapkan pada kebutuhan mendesak untuk memperkuat infrastruktur dan kebijakan adaptasi iklim.
Pelajaran bagi Tata Ruang dan Infrastruktur Kota
Banjir Hat Yai 2025 menjadi peringatan keras tentang pentingnya perencanaan tata ruang yang ramah air dan tahan iklim. Kota-kota di Asia Tenggara yang berkembang pesat perlu menahan laju ekspansi ke dataran banjir dan area rawa, serta memperbesar ruang terbuka hijau dan area serapan air.
Investasi pada infrastruktur pengendalian banjir yang lebih modern—seperti kanal tambahan, kolam retensi, tanggul, dan sistem drainase yang diperbesar—juga menjadi kebutuhan mendesak. Selain pembangunan fisik, penting juga memperkuat regulasi bangunan di zona rawan banjir agar kerusakan dan korban jiwa dapat ditekan pada kejadian ekstrem berikutnya.
Masa Depan Hat Yai dan Tantangan Rehabilitasi
Setelah air surut, tantangan besar berikutnya adalah pemulihan jangka panjang bagi Hat Yai dan wilayah sekitar. Pembersihan lumpur, perbaikan rumah dan fasilitas umum, pemulihan jaringan listrik dan air bersih, serta dukungan keuangan bagi pelaku usaha kecil menjadi prioritas utama.
Namun, pemulihan tidak sekadar membangun kembali seperti semula. Banjir 2025 memaksa pemerintah dan masyarakat untuk memikirkan ulang desain kota, pola hunian, dan sistem perlindungan terhadap bencana agar tragedi serupa tidak lagi menghancurkan “jiwa kota” Hat Yai di masa depan.
.jpg)